Indonesia
sebagai negara penghasil sarang burung walet terbesar di dunia,
berkeinginan melakukan ekspor langsung sarang burung walet ke negara
China. Hal ini dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan pada
negara perantara seperti Malaysia dan Singapore, dan juga dapat
meningkatkan nilai ekspor Indonesia terhadap komoditas tersebut.
Keinginan
itu mengemuka dalam pertemuan komisi bersama Indonesia dan China yang
diselanggarakan beberapa waktu yang lalu (3/4) di Yogyakarta.
Ketua
Bidang Perdagangan Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia
(APPSWI), Dr. Boedi Mranata, yang hadir dalam pertemuan tersebut,
mengatakan, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu meminta mitranya agar
sarang burung walet Indonesia bisa diekspor langsung ke China, tanpa
harus melalui negara ketiga.
“Sepuluh tahun terakhir, Indonesia
sulit mengekspor langsung sarang burung walet ke China. Padahal,
perdagangan komoditas tersebut sudah berlangsung ratusan tahun,” kata
Boedi, di Jakarta, Sabtu (8/4) di Jakarta.
Dikatakannya,
Indonesia tidak bisa langsung mengekspor sarang burung walet karena
issue flu burung (H5N1). Sementara Malaysia dan Singapura justru boleh
langsung mengekspor komoditas itu ke China, sehingga Indonesia terpaksa
harus menggunakan jasa mereka atau lewat Hong Kong untuk masuk ke pasar
negara “tirai bambu” itu.
Selain
membicarakan perjanjian perdagangan bebas China ASEAN Free Trade
Agrreement (CAFTA), dalam pertemuan itu, Mendag Mari Elka Pangestu
menekankan pentingnya ekspor sarang dari Indonesia ke China secara
langsung. “Mendag Mari Elka Pangestu menaruh perhatian besar terhadap
kasus ini,” kata Boedi.
Mendag
China, Chen Deming, mendukung gagasan ini dan pihaknya akan mengambil
langkah-langkah seperti mengirimkan Badan Pengawasan, Inspeksi, dan
Karantina China (AQSIQ) untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
“Badan
ini diperkirakan datang ke Indonesia pada bulan April untuk mengecek
rumah-rumah sarang burung walet dan processing pembersihan sarang di
Indonesia,” Ujar doktor biologi lulusan Jerman ini.
Diperkirakan,
jika China menerima usulan Indonesia, maka ekspor sarang burung ke
China akan bertambah 50 – 100 %, yang selama tahun 2009 mencapai
226.000.000 US.
Dengan
demikian, tegas Boedi, devisa yang bisa dinikmati Indonesia dari
komoditas ini bisa mencapai 400 juta dolar, yang berarti masuk 10 besar
andalan ekspor non migas Indonesia. Keuntungan lain, Indonesia tidak
akan lagi tergantung kepada negara ke 3 untuk ekspor ke China.
Di
sisi lain, China juga diuntungkan karena harga komoditas ini menjadi
lebih murah di pasar dalam negerinya karena tidak ada lagi biaya pihak
ketiga, dan ini tentunya akan menambah permintaan pasar.
Indonesia
tahun lalu memproduksi sekitar 70-80 persen dari total produksi sarang
burung walet dunia. Sementara China menyerap lebih dari 60 persen total
perdagangan komoditas sarang burung walet dunia.
Selain
China, Indonesia antara lain juga mengekspor sarang burung walet ke
Hong Kong, Taiwan, Singapura, Malaysia, AS dan Kanada.
Menurut
data BPS, Indonesia tahun lalu mengekspor sarang burung walet ke
Singapura 61.278.000 dolar AS. Import dari Singapore yang cukup besar
ini, sebagian besar di re-ekspor kembali ke China.
Pada
kesempatan itu, Boedi mengatakan issue H5N1 sempat merugikan bisnis
walet. Meskipun telah banyak dilakukan pemeriksaan H5N1 terhadap walet
ternyata tidak pernah sekalipun walet terjangkit H5N1. Ini ada
hubungannya dengan cara hidup walet yang tidak pernah hinggap dan tidak
pernah kontak dengan unggas atau burung-burung liar yang lain.
China
mensyaratkan bahwa komoditas tersebut harus dipanaskan minimal 70
derajad celcius selama 3,5 detik. Dengan demikian mengatasi virus H5N1
tidak susah. “Dengan penanganan standar tersebut, China seharusnya tidak
perlu khawatir terhadap produk ekspor sarang walet dari Indoensia,”
ujar Boedi.
Apalagi,
pengelolaan rumah walet 20 tahun belakangan ini sudah bagus. Selain itu
usaha ini ramah lingkungan, sebab tidak ada polusi yang berarti.
Keberadaannya,
jelas Boedi, saat ini sudah mencapai puluhan ribu unit yang tersebar di
seluruh Indonesia. Usaha ini juga dapat menyerap ratusan ribu tenaga
kerja mulai dari pengadaan material bahan bangunan, pekerjaan
pembangunan rumah-rumah walet, penjaga-penjaganya dan untuk processing
sarang walet yang harus dikerjakan secara manual dan berdasarkan labor
intensif.
Satu pintu
Dalam
pertemuan komisi bersama tersebut juga terungkap bahwa proses
pengurusan bisnis sarang burung walet di China hanya lewat satu pintu
yaitu AQSIQ (Administration of
Quality Supervition, Inspection and Quarantine), sehingga lebih efektif
dan efisien. Kondisi yang sama juga berlangsung di banyak negara-negara
lain.
Sementara
di Indonesia, proses seperti ini masih belum terjadi, dimana
ijin-ijinnya masih melewati kementerian pertanian, kementerian
kehutanan, kementerian kesehatan, dan perda-perda yang berbeda-beda
didaerah. Ini menghambat perdagangan wallet. Alangkah baiknya kalau
pemerintah Indonesia juga menerapkan pengiriman satu pintu.
Dengan
birokrasi yang lebih efisien dan efektif, Indonesia dipastikan akan
mudah menghadapi persaingan dengan negara-negara produsen walet yang
lain.
sumber :
http://vetonews.com
No comments:
Post a Comment