Thursday, January 10, 2013

Pentingnya Ekspor Langsung Sarang Burung Walet Ke China

Indonesia sebagai negara penghasil sarang burung walet terbesar di dunia, berkeinginan melakukan ekspor langsung sarang burung walet ke negara China. Hal ini dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan pada negara perantara seperti Malaysia dan Singapore, dan juga dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia terhadap komoditas tersebut.
Keinginan itu mengemuka dalam pertemuan komisi bersama Indonesia dan China yang diselanggarakan beberapa waktu yang lalu (3/4) di Yogyakarta.
Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI), Dr. Boedi Mranata, yang hadir dalam pertemuan tersebut, mengatakan, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu meminta mitranya agar sarang burung walet Indonesia bisa diekspor langsung ke China, tanpa harus melalui negara ketiga.

 
“Sepuluh tahun terakhir, Indonesia sulit mengekspor langsung sarang burung walet ke China. Padahal, perdagangan komoditas tersebut sudah berlangsung ratusan tahun,” kata Boedi, di Jakarta, Sabtu (8/4) di Jakarta.
Dikatakannya, Indonesia tidak bisa langsung mengekspor sarang burung walet karena issue flu burung (H5N1). Sementara Malaysia dan Singapura justru boleh langsung mengekspor komoditas itu ke China, sehingga Indonesia terpaksa harus menggunakan jasa mereka atau lewat Hong Kong untuk masuk ke pasar negara “tirai bambu” itu.
Selain membicarakan perjanjian perdagangan bebas China ASEAN Free Trade Agrreement (CAFTA), dalam pertemuan itu, Mendag Mari Elka Pangestu menekankan pentingnya ekspor sarang dari Indonesia ke China secara langsung. “Mendag Mari Elka Pangestu menaruh perhatian besar terhadap kasus ini,” kata Boedi.
Mendag China, Chen Deming, mendukung gagasan ini dan pihaknya akan mengambil langkah-langkah seperti mengirimkan Badan Pengawasan, Inspeksi, dan Karantina China (AQSIQ) untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
“Badan ini diperkirakan datang ke Indonesia pada bulan April untuk mengecek rumah-rumah sarang burung walet dan processing pembersihan sarang di Indonesia,” Ujar doktor biologi lulusan Jerman ini.
Diperkirakan, jika China menerima usulan Indonesia, maka ekspor sarang burung ke China akan bertambah 50 – 100 %, yang selama tahun 2009 mencapai 226.000.000 US.
Dengan demikian, tegas Boedi, devisa yang bisa dinikmati Indonesia dari komoditas ini bisa mencapai 400 juta dolar, yang berarti masuk 10 besar andalan ekspor non migas Indonesia. Keuntungan lain, Indonesia tidak akan lagi tergantung kepada negara ke 3 untuk ekspor ke China.
Di sisi lain, China juga diuntungkan karena harga komoditas ini menjadi lebih murah di pasar dalam negerinya karena tidak ada lagi biaya pihak ketiga, dan ini tentunya akan menambah permintaan pasar.
Indonesia tahun lalu memproduksi sekitar 70-80 persen dari total produksi sarang burung walet dunia. Sementara China menyerap lebih dari 60 persen total perdagangan komoditas sarang burung walet dunia.
Selain China, Indonesia antara lain juga mengekspor sarang burung walet ke Hong Kong, Taiwan, Singapura, Malaysia, AS dan Kanada.
Menurut data BPS, Indonesia tahun lalu mengekspor sarang burung walet ke Singapura 61.278.000 dolar AS. Import dari Singapore yang cukup besar ini, sebagian besar di re-ekspor kembali ke China.
Pada kesempatan itu, Boedi mengatakan issue H5N1 sempat merugikan bisnis walet. Meskipun telah banyak dilakukan pemeriksaan H5N1 terhadap walet ternyata tidak pernah sekalipun walet terjangkit H5N1. Ini ada hubungannya dengan cara hidup walet yang tidak pernah hinggap dan tidak pernah kontak dengan unggas atau burung-burung liar yang lain.
China mensyaratkan bahwa komoditas tersebut harus dipanaskan minimal 70 derajad celcius selama 3,5 detik. Dengan demikian mengatasi virus H5N1 tidak susah. “Dengan penanganan standar tersebut, China seharusnya tidak perlu khawatir terhadap produk ekspor sarang walet dari Indoensia,” ujar Boedi.
Apalagi, pengelolaan rumah walet 20 tahun belakangan ini sudah bagus. Selain itu usaha ini ramah lingkungan, sebab tidak ada polusi yang berarti.
Keberadaannya, jelas Boedi, saat ini sudah mencapai puluhan ribu unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Usaha ini juga dapat menyerap ratusan ribu tenaga kerja mulai dari pengadaan material bahan bangunan, pekerjaan pembangunan rumah-rumah walet, penjaga-penjaganya dan untuk processing sarang walet yang harus dikerjakan secara manual dan berdasarkan labor intensif.
Satu pintu
Dalam pertemuan komisi bersama tersebut juga terungkap bahwa proses pengurusan bisnis sarang burung walet di China hanya lewat satu pintu yaitu  AQSIQ (Administration of Quality Supervition, Inspection and Quarantine), sehingga lebih efektif dan efisien. Kondisi yang sama juga berlangsung di banyak negara-negara lain.
Sementara di Indonesia, proses seperti ini masih belum terjadi, dimana ijin-ijinnya masih melewati kementerian pertanian, kementerian kehutanan, kementerian kesehatan, dan perda-perda yang berbeda-beda didaerah. Ini menghambat perdagangan wallet. Alangkah baiknya kalau pemerintah Indonesia juga menerapkan pengiriman satu pintu.
Dengan birokrasi yang lebih efisien dan efektif, Indonesia dipastikan akan mudah menghadapi persaingan dengan negara-negara produsen walet yang lain.

sumber :
http://vetonews.com

No comments:

Post a Comment